GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion)

GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion)



Sumber : https://www.superradio.id/


"Ketika Kita Memberikan Kesempatan yang Sama Kepada Semua Individu, Kita Memberikan Kesempatan Kepada Masyarakat untuk Berkembang dengan Cara yang Luar Biasa." 

John F. Kennedy


Apakah kalian pernah mendengar istilah GEDSI? Lalu, seberapa penting meminimalisir dampak penerapan GEDSI di dunia kerja? Yuk simak informasi mengenai GEDSI dalam lingkup perusahaan!


Pengantar GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion)

GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) merupakan singkatan dari kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial. GEDSI berfokus pada menciptakan lingkungan yang inklusif, adil, dan beragam bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin, disabilitas, atau latar belakang sosial mereka. Hal tersebut pula mencakup dalam proses dalam pengupayaan untuk menghapus diskriminasi, menghormati hak asasi manusia, dan memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan masyarakat secara umum. Maka dari itu, penyetaraan dalam proses kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial adalah nilai-nilai penting dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan lebih adil. 

GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) pada konteks perusahaan perlu dikurangi dampaknya dalam lingkungan kerja agar menciptakan kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat. Adanya pengaruh dari GEDSI di suatu perusahaan akan memberikan dampak negatif pada kinerja karyawan, permasalahan internal pada antar karyawan, dan kualitas sumber daya manusia yang menurun. Maka dari itu, pencegahan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) perlu untuk dilakukan agar meminimalisir dampak negatif yang terjadi.

  1. Gender Equality (Kesetaraan Gender)

Kesetaraan Gender dapat memberi kepastian bahwa laki-laki dan perempuan berhak atas kesempatan dan hak asasi yang sama sebagai manusia, sehingga dapat berperan dan berpartisipasi dalam perusahaan. Menurut Sigit (2016) kesetaraan gender juga mencakup dalam penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan yang terstruktur, terhadap laki-laki dan perempuan. Ketika perempuan memasuki dunia kerja, mereka seringkali dihadapkan pada kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kesetaraan gender. Pekerja di Indonesia masih sering mengalami diskriminasi, baik dalam proses rekrutmen tenaga kerja maupun kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan (KPPPA, 2018). Pertimbangan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan yang sama sehingga perlu adanya peluang dan sumber daya yang sama di suatu perusahaan. Adapun Indikator Gender Equality dalam lingkup perusahaan yaitu:

  1. Indeks Pemberdayaan Gender (IGD): indikator ini menunjukkan apakah perempuan dapat berperan aktif dalam ekonomi dan politik

  2. Indeks Pembangunan Gender (IPG): digunakan untuk mengukur pencapaian dimensi kesetaraan gender dalam pembangunan manusia

  3. Mendapatkan promosi jabatan atau peningkatan karir

  4. Gaji yang setara dengan pekerjaan yang dilakukan

  5. Berkesempatan beropini di tempat kerja

Diskriminasi gender dapat memberikan dampak negatif pada sektor ekonomi Indonesia, salah satunya adalah menghambat pertumbuhan ekonomi. Tingginya ketimpangan gender di Indonesia dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, menurut data dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara laki-laki dan perempuan di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 50:89 : 82,51 (BPS,2017), data tersebut menunjukkan TPAK perempuan lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki yang dimana hal tersebut berbanding terbalik dengan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas sebesar 96,7 juta (BPS,2017). Jadi, sebanyak 47,24 juta perempuan dalam usia produktif tidak ikut aktif secara ekonomi (Scholastica, 2018).

International Labor Organization (ILO) menunjukan bahwa status dan formalitas memiliki peran penting saat diskriminasi gender (ILO, 2013). Dalam pemberian upah, terdapat kesenjangan dimana upah yang diterima pekerja laki-laki dan perempuan yang berada pada posisi atau jabatan, tingkat pendidikan dan keterampilan yang sama di suatu perusahaan. Hasil laporan dari Gender Forum Ekonomi Dunia Global pada tahun 2020, hanya 22,10% dari perusahaan di Indonesia yang posisi manajerial diisi oleh perwakilan perempuan 

B.   Disability (Disabilitas)

Disabilitas adalah kondisi atau keterbatasan fisik, mental, sensorik, atau perkembangan yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari atau dalam masyarakat dengan cara yang dianggap normal (Erlin Sudarwati, 2016). Penyandang disabilitas meliputi disabilitas sensorik, disabilitas fisik, disabilitas intelektual, dan disabilitas mental. Seorang penyandang disabilitas dapat mengalami satu atau lebih jenis disabilitas pada saat yang bersamaan. Adapun Indikator Disability dalam lingkup perusahaan yaitu:

  1. Para disabilitas dapat menjadi karyawan dari perusahaan sesuai posisi dengan kemampuan yang dimiliki.

  2. Para disabilitas memiliki kesempatan yang sama dalam lingkungan kerja, seperti mendapatkan upah yang setara dengan karyawan lainnya.

  3. Para disabilitas diperlakukan setara seperti karyawan lainnya tanpa adanya pandangan yang negatif.

Rendahnya pekerja sebagai penyandang disabilitas menjadi masalah yang besar di Indonesia. Ida Fauziyah (2021) selaku Menteri Ketenagakerjaan Indonesia menyatakan bahwa pekerja di Indonesia sebanyak 7,8 juta orang yang berarti Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Penyandang Disabilitas hanya sekitar 44 persen, jauh di bawah angka TPAK Nasional yang sebesar 69 persen. Maka dari itu, masalah pengangguran disabilitas pengangguran di Indonesia perlu untuk diatasi. Adapun cara untuk meminimalisir pengangguran di Indonesia sebagai berikut.

  1. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepada para disabilitas pengangguran yang mampu meningkatkan soft skill dan hard skill yang dimiliki.

  2. Meningkatkan peluang pekerjaan yang ramah penyandang disabilitas.

  3. Proses rekrutmen dan seleksi yang adil tanpa memandang fisik dan mental calon karyawan.

  4. Menyediakan akomodasi kerja yang menghuni, seperti teknologi bantuan, perubahan dalam tugas atau jadwal kerja, dan modifikasi tempat kerja fisik yang memudahkan penyandang disabilitas.

C.   Social Inclusion (Inklusi Sosial)

Inklusi Sosial yaitu menghindari ketidaksetaraan dalam status sosial agar tidak terjadi  ketidakadilan dalam bermasyarakat dan terhindar diskriminasi dari masyarakat (World, 2013). Inklusi Sosial merupakan langkah yang tepat untuk mensejahterakan, dengan memperhatikan berbagai faktor seperti Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan dan lainnya. Menghormati dan membangun hubungan sosial serta komunitas agar seluruh masyarakat dapat berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan terkait seluruh aspek kehidupan. Konsep inklusi sosial tentunya berfokus pada pengembangan sumber daya manusia. Berikut beberapa perhatian dalam merencanakan pembangunan sesuai dengan inklusi sosial: 

  1. Inklusi dalam Kebijakan

  1. Fokus utamanya adalah untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat memiliki kemampuan, peluang dan akses dalam belajar, bekerja dan bersosialisasi dengan sesama, selain itu mereka juga memiliki hak dalam menyampaikan pendapat secara bebas.

  2. Ikut serta melalui belajar dan berpartisipasi dalam dunia pendidikan.

  3. Memiliki keterlibatan dalam kegiatan sosial yang berhubungan dengan masyarakat dan berpartisipasi dalam kerja yang dilakukan secara sukarela dan berbayar.

  4. Memiliki hak dalam mengambil keputusan di lingkungan masyarakat.

2. Inklusi dalam Program 

Inklusi dalam program yang dimaksud diharapkan mampu memberikan bantuan serta dukungan untuk masyarakat di sekitar yang memiliki keterbatasan dalam sarana belajar, bekerja, kegiatan sosial, menyuarakan hak yang dimilikinya, dan keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.

3.  Inklusi dalam Layanan 

Inklusi dalam layanan bermaksud guna menyamaratakan semua lapisan masyarakat dan memberikan layanan terbaik terhadap kekurangan dalam akses ketersediaan, kemampuan dan kejangkauan, dengan cara memberikan layanan dengan kualitas terbaik.

4. Inklusi dalam Pendidikan

Pendidikan inklusi bertujuan agar bisa memberikan jawaban atas kesenjangan yang ada di masyarakat berhubungan dengan pemenuhan hak-hak dalam bidang pendidikan bagi semua warga negara. Terdapat sekolah inklusi guna menjadi tempat semua siswa untuk mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus.Sekolah inklusi adalah salah satu lembaga yang berupaya untuk mematahkan gap terhadap anak berkebutuhan khusus.


Implementasi GEDSI dalam Konteks Industri

  1. Implementasi GEDSI dalam Konteks Industri dari Pemerintah Indonesia

GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) menjadi permasalahan yang cukup penting dalam perkembangan perekonomian masyarakat di Indonesia dalam konteks industri. Maka dari itu, Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya untuk mengurangi Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dalam konteks industri. Berikut merupakan beberapa rancangan usaha yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk meminimalisir permasalahan GEDSI.

  1. Kebijakan Kesetaraan Gender dalam Undang-Undang

Pemerintah telah mengeluarkan banyak undang-undang dan peraturan yang mendukung kesetaraan gender di tempat kerja, seperti Undang-Undang Kesetaraan Gender serta Perlindungan Terhadap Diskriminasi Jenis Kelamin (UU No. 7 Tahun 1984) dan Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) yang melarang diskriminasi gender di tempat kerja.

  1. Kampanye Kesadaran Gender

Pemerintah juga telah meluncurkan kampanye kesadaran gender untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya kesetaraan gender di tempat kerja. Kampanye ini secara khusus bertujuan untuk mendorong partisipasi perempuan dalam industri ini dan meningkatkan peran laki-laki sebagai agen perubahan.

  1. Kebijakan Akses Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas

Pemerintah  telah menerapkan Undang-Undang Penyandang Disabilitas (UU No. 8 Tahun 2016), yang mewajibkan dunia usaha untuk memberikan akses yang setara kepada penyandang disabilitas. Hal ini mencakup aksesibilitas fisik dan fasilitas yang sesuai bagi penyandang disabilitas serta penyesuaian yang diperlukan.  

  1. Program Pelatihan Profesional

Pemerintah telah mengembangkan program pelatihan untuk berbagai kelompok, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas. Program pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pribadi dan akses  pekerjaan yang lebih baik. 

  1. Kerjasama dengan Industri

Pemerintah bekerja sama dengan sektor industri untuk mendorong praktik tempat kerja yang inklusif dan adil. Hal ini dapat mencakup penyelenggaraan pelatihan  tentang pentingnya GEDSI dan cara menerapkannya di tempat kerja.

  1. Kebijakan Publik yang Komprehensif

Pemerintah mendorong kebijakan pengadaan publik yang inklusif,  mendorong perusahaan untuk mempekerjakan perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok  rentan lainnya dalam proyek-proyek pemerintah. 

  1. Pemantauan dan Pelaporan

Pemerintah juga memantau penerapan kebijakan GEDSI di sektor industri dan mengharapkan perusahaan melaporkan kemajuan mereka dalam kesetaraan gender, inklusi sosial, dan dukungan bagi  disabilitas. Pemerintah terus berupaya memperkuat upaya-upaya ini untuk menciptakan lingkungan industri yang lebih inklusif dan adil bagi semua individu, tanpa memandang gender, disabilitas, atau latar belakang sosial. Kolaborasi antara pemerintah, industri dan organisasi masyarakat sipil sangat penting untuk mencapai tujuan GEDSI.

B. Implementasi GEDSI dalam Konteks Industri dari Perusahaan di Indonesia

Meminimalisir permasalahan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) pada konteks kerja di Indonesia tidak dapat hanya semata mengandalkan pemerintahan saja. Maka dari itu, perusahaan di Indonesia juga perlu untuk membantu Pemerintah Indonesia dalam proses peningkatan sumber daya manusia dan perekonomian masyarakat serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif tanpa memandang jenis kelamin, kesehatan fisik, dan sosial manusia. Berikut merupakan beberapa rancangan usaha yang telah dilakukan oleh Perusahaan di Indonesia untuk meminimalisir permasalahan GEDSI.

  1. Kebijakan Perusahaan

Perusahaan wajib untuk memiliki kebijakan inklusi yang jelas dan komprehensif, sehingga menegaskan komitmen perusahaan terhadap kesetaraan gender, inklusi sosial, dan dukungan bagi penyandang disabilitas. Kebijakan tersebut harus diterapkan pada seluruh tingkatan dalam perusahaan.

  1. Rekrutmen dan Promosi yang Adil

Pihak perusahaan wajib untuk memastikan bahwa proses rekrutmen, seleksi, dan promosi berlangsung adil berdasarkan pada keterampilan, bukan pada gender, disabilitas, atau asal usul sosial. Maka dari itu, pihak perusahaan harus secara aktif mencari kandidat dari berbagai latar belakang dan gender yang sesuai dengan keterampilannya.

  1. Pengembangan Karyawan

Pihak perusahaan wajib untuk memberikan pelatihan dan pengembangan yang adil bagi seluruh anggota tim, termasuk program pelatihan yang mendukung kesetaraan gender dan pemahaman tentang isu-isu disabilitas.

  1. Akomodasi bagi Penyandang Disabilitas

Pihak perusahaan wajib untuk menyediakan akomodasi kerja yang diperlukan bagi karyawan penyandang disabilitas, seperti perangkat khusus, perubahan pekerjaan, atau modifikasi fisik tempat kerja. Perusahaan perlu untuk menawarkan program kerja yang fleksibel, seperti bekerja dari rumah atau menyesuaikan jam kerja untuk membantu karyawan mencapai keseimbangan  kehidupan kerja sesuai dengan kompetensinya.

  1. Kesadaran dan Pelatihan

Pihak perusahaan wajib untuk melaksanakan program pelatihan dan meningkatkan kesadaran mengenai pemahaman karyawan terhadap GEDSI. Hal tersebut pastinya dapat mencakup pelatihan tentang kesetaraan gender, inklusi disabilitas, dan keragaman sosial.



Psikologi Personalia B

Kelompok 2 

  1. Muhammad Indra Astrawan   (202110230311426)

  2. Ilhaamaal Yazid         (202110230311453)

  3. Rifan Alamsyah         (202110230311460)

  4. Ahmad Nur Fahmi         (202110230311466) 

  5. Muhammad Raihanaufal W.  (202110230311475)



REFERENSI

BPS. (2017). Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2017. Badan Pusat Statistik.

Fibrianto, A. S. (2016). Kesetaraan gender dalam lingkup organisasi mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2016. 

ILO. (2013). Labour and Social Trends in Indonesia 2012: working for a sustainable and

equitable economy. International Labour Organization. Jakarta.

KPPPA. (2018). Pembangunan Manusia berbasis Gender 2018. Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak.

Prakoso, Hendro dan Muhammad Dzaky Anwar Muhtadin. 2022. Pengaruh Perceived Gender Equity terhadap Work Engagement pada Manager Bank X Kota Bandung. Bandung Conference Series: Psychology Science. https://doi.org/10.29313/bcsps.v2i1.2273

Pratiwi, Agus,. dkk. 2022. Kesetaraan Gender Disabilitas dan Inklusi Sosial dalam Praktik. Jakarta: Knowledge Sector Initiative.

Scholastica, G. (2018). Rerata Penghasilan Perempuan Masih Jauh di Bawah Gaji Laki-Laki.

Tirto.Id.

Sudarwati, Erlin. 2016. Kebijakan Penanganan Penyandang Disabilitas Personel KEMHAN dan TNI. Jakarta: Artikel Kebijakan Penyandang Disabilitas.

Undang-Undang Republik Indonesia No 12 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Larangan Diskriminasi Gender Di Tempat Kerja. Jakarta: Ketenagakerjaan

Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 1984 tentang Kesetaraan Gender serta Perlindungan Terhadap Diskriminasi Jenis Kelamin. Jakarta: P2TP2A

Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jakarta: Departemen Disabilitas Ekonomi dan Sosial.

Widodo, Happy Tesyana. 2022. Penerapan Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) di Badan Usaha Milik Daerah Air Minum. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berdamai dengan Insecurity